Asma, Bukan Sembarang Batuk
Banyak
anak menderita asma, tetapi tidak terdiagnosis penyakitnya sehingga
ditangani sebagai penyakit lain dan keluhannya tidak kunjung reda sebab
penanganannya disamakan dengan orang dewasa. Padahal, untuk penyakit
yang sama, gejala yang menonjol bisa berbeda antara pasien anak dan
dewasa.
"Karena
itu, para orangtua perlu memahami gejala apa pada anak yang mungkin
mengarah pada asma," kata dr Darmawan B Setyanto dari Pusat Asma Anak
Sudhaprana Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Asma pada anak tidak selalu
ditandai dengan gejala sesak dan napas berbunyi "ngik-ngik" (mengi)
seperti pada pasien dewasa.
"Sering
kali gejala asma pada anak yang menonjol hanya batuk. Tetapi, ini bukan
sembarang batuk, melainkan batuk yang bandel, yaitu batuk yang
berlangsung lama (dua minggu atau lebih) atau sulit sembuhnya, membaik
sebentar lalu timbul lagi, atau timbul berulang dalam selang waktu
pendek," ujarnya.
Batuk
asma pada anak mempunyai ciri lain, yakni lebih berat pada malam atau
dini hari dan saat bangun tidur. Terkadang perbedaan intensitas batuk
antara siang dan malam hari demikian ekstrem. Pada siang hari tidak ada
gejala batuk sama sekali, sedangkan pada malam hari batuk demikian
hebat. Pada bayi dan anak balita, batuk hebat ini terkadang diikuti
dengan muntah berisi lendir.
Karena
tidak terdiagnosis sebagai asma, pasien anak dengan batuk yang bandel
diberi obat penekan batuk (antitusif), dan batuknya justru kian menjadi.
"Pasien asma tidak boleh diberi antitusif karena penekanan refleks
batuk pada asma justru akan merugikan. Batuk asma baru akan mereda jika
diberi obat asma," tutur Darmawan.
"Ibaratnya,
halaman rumah kita banyak sampah dan rontokan daun. Lalu, ada orang
lain yang membantu menyapu. Seharusnya kita membantu dia membersihkan
halaman kita, bukan malah digebukin. Jika diusir, halaman kita tetap
kotor. Begitu halaman bersih, si pembantu alias si batuk akan pergi
dengan sendirinya," katanya.
Faktor pencetus
Perlu
ada perubahan paradigma pemikiran bila menemukan anak dengan batuk
bandel. Pertama, pikirkan kemungkinan ke arah asma, bukan ke arah
tuberkulosis. Diagnosis ke arah asma jika dijumpai, antara lain, batuk
pada anak asma akan timbul jika dia terpajan (terpapar) dengan faktor
pencetus.
Sebagian
besar asma didasari faktor alergi. Jadi, asma merupakan salah satu
bentuk penyakit alergi. Dalam riwayat keluarga, biasanya dijumpai
anggota keluarga yang mempunyai asma, atau bentuk lain penyakit alergi
seperti eksim, alergi obat, alergi makanan, atau pilek alergi. "Yang
diturunkan adalah bakat alerginya, sedangkan manifestasi alerginya bisa
berbeda," katanya.
Faktor
pencetus asma lazim dijumpai dalam kehidupan sehari-hari seorang anak,
berbentuk zat yang dapat terhirup lewat saluran respiratorik atau napas.
Faktor pencetus itu antara lain debu rumah, asap rokok, asap dapur,
obat nyamuk, kapuk, bulu binatang, kosmetik dalam bentuk semprotan,
jamur yang tumbuh subur di dinding kamar yang lembab, dan di dalam AC
yang jarang diservis. Polusi udara dan asap kebakaran hutan juga memicu
serangan asma.
Pencetus
lain adalah makanan seperti es, makanan dan minuman dingin, permen,
cokelat, makanan instan gurih dengan bahan pengawet, bervetsin, MSG,
gorengan, kacang tanah. Asma juga bisa dipicu flu, kelelahan, stres,
emosi berlebihan, perubahan cuaca, infeksi saluran napas akut, dan hawa
dingin. "Biasanya asma dipicu oleh kombinasi dari berbagai faktor
pencetus," tutur Darmawan.
Penyakit
asma ini tidak bisa disembuhkan atau dihilangkan sama sekali. "Kiat
utama penanganan asma anak adalah penghindaran faktor pencetus, bukan
obat saja. Seberapa pun canggih obat asma, jika penghindaran faktor
pencetus ini tidak dilaksanakan, asmanya tidak akan terkendali," kata
Darmawan.
Diagnosis
asma bisa ditegakkan dengan tes pernapasan, di antaranya peak
expiratory flow untuk mengukur seberapa cepat pasien mengeluarkan udara
dari paru-paru, alat ini bisa digunakan untuk anak-anak usia lima tahun
ke atas. Penggunaan obat-obatan untuk manajemen asma membutuhkan
pemantauan terus-menerus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar